Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi
sebagai katalis (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.
Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat
perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan
dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses
biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung
dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat
untuk menghasilkan senyawa intermediat
melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih
rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan
energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:
X + C → XC
(1)
Y + XC → XYC
(2)
XYC → CZ
(3)
CZ → C + Z (4)
Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal,
pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya
setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa
atau reaksi kimia.
Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim
yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat
digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
adalah substrat, suhu, keasaman,
kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim
memerlukan suhu dan pH
(tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat
mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal
atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim
kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul
lain. Inhibitor adalah molekul
yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang
meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat
dan racun adalah inihibitor
enzim.
Hal-ihwal yang berkaitan dengan
enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia pendidikan tinggi,
enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri tetapi
sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama dipelajari
dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi
pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Pada akhir tahun 1700-an dan awal
tahun 1800-an, pencernaan daging
oleh sekresi perut dan konversi pati menjadi gula
oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun, mekanisme bagaimana hal ini
terjadi belum diidentifikasi.
Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan
bahwa fermentasi ini dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam
sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh
organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa
yang berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya
kematian ataupun putrefaksi sel tersebut."
Pada tahun 1878, ahli fisiologi
Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900)
pertama kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani ενζυμον
yang berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan
proses ini. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk merujuk
pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment
digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme
hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai
kajiannya mengenai kemampuan ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia
tidak terdapat pada sel ragi yang hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia
menemukan bahwa gula difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada
campuran.
Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai "zymase" (zimase). Pada tahun 1907,
ia menerima penghargaan
Nobel dalam bidang kimia
"atas riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang
dilakukannya". Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai
dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan
nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat enzim tersebut
(contohnya: laktase,
merupakan enzim yang mengurai laktosa)
ataupun pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang
menghasilkan polimer DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja
diluar sel hidup mendorong penelitian pada sifat-sifat biokimia enzim tersebut.
Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas enzim diasosiasikan dengan
protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard Willstätter berargumen bahwa proten
hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat
melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B.
Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease dan menunjukkan
bahwa ia merupakan protein murni. Kesimpulannya adalah bahwa protein murni
dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan
pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan
Nobel tahun 1946 pada bidang kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat
dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X.
Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang
ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur putih, yang mencerna lapisan
pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini dipecahkan oleh sekelompok
ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips
dan dipublikasikan pada tahun 1965.[9] Struktur lisozim
dalam resolusi tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural dan
usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar